Saya masih ingat betul
kapan saya jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Waktu itu saya masih seorang
bocah kelas empat SD yang masih belum tahu bagaimana caranya menghitung
integral dan turunan. Pulang sholat idul adha saya berpapasan dengan dia. Saya
bisa melihat dia dengan sangat jelas, malah disekelilingnya terlihat sangat
kabur. Hidungnya mancung, matanya kecil, garis wajahnya tegas, kulitnya putih, dan
rambutnya lurus se-bahu. Saya yang masih anak ingusan jatuh cinta pada
pandangan pertama dengan pria miterius yang luarbiasa ganteng ---yang hanya saya
lihat selama lima detik--- . Hahaha.
Waktu terus berlalu dan
saya masih mengagumi dia. Saya sempat yakin bahwa dia hanya fatamorgana, tidak
nyata, hanya imajinasi saya saja. Tapi seminggu kemudian saya melihatnya lagi
dengan style yang berbeda ---dan
lagi-lagi membuat saya terpesona---. Satu tahun berlalu, dua tahun berlalu,
tiga tahun berlalu dan saya masih tetap mengagumi dia. Setelah lima tahun, baru
setelah lima tahun, saya mendapat sedikit cahaya. Suatu hari di tahun ketiga
saya di sekolah menengah, dia mengomentari status saya di facebook. Satu
kalimat. Hanya satu kalimat dan rasanya seperti ada bunga yang mekar di telapak
tangan saya. Saya bahkan harus membelikan bakso untuk teman saya karena saya
tak percaya. Saya tertawa sendiri mengingat betapa bodohnya saya dulu.
Sayangnya di tahun yang
sama saya tahu kalau dia sudah punya pacar. Ya, hati saya rasanya sakit sekali.
Saya juga pernah melihat dia dan pacarnya naik sepeda motor berdua. Bahkan saya
pernah mendengar nama mereka berdua disebut-sebut di salah satu saluran radio lokal.
Saya tidak pernah tahu bahwa jatuh cinta rasanya akan sesakit ini. Tapi saya
bisa apa. Saya bukan siapa-siapa. Waktu itu saya cuma anak kecil yang sekedar
tahu nama dan tempat tinggalnya, tidak lebih. Dan kebetulan waktu itu saya
sedang berjuang menghadapi ujian nasional, jadi saya tetap harus melangkah
maju. Masih ada jalan panjang yang harus saya lewati. Dan berkat dorongan dan
semangat yang dia beri lewat komentarnya di facebook, saya bisa melewati ujian dengan
sukses walaupun saat itu saya sedang patah hati.
Lucunya, dulu saya
sempat mengutuk pacarnya dan meyakinkan diri saya bahwa mereka pasti putus.
Jadi saya berpura-pura tidak tahu kalau dia sudah punya pacar dan menganggap
semuanya sama seperti sebelumnya. Saya pernah mencoba ngobrol dengan dia lewat
facebook, dan tak mendapat balasan. Tapi saya yakin tak pernah ada usaha dan
kesungguhan yang sia-sia. Tuhan selalu ada dan dengan senang hati akan
mengabulkan keinginan kita. Percaya saja pada hal itu dan semuanya akan menjadi
kenyataan.
Hingga suatu hari kata
‘Hai!’ yang saya kirimkan mendapat jawaban yang sama. Mata saya tak bisa
berhenti melihat kearah kata ‘Hai juga’ yang tiba-tiba muncul di obrolan saya.
Senyum saya mengembang seperti bunga yang terkena cahaya matahari. Hati saya terasa
ringan sekali. Kami hanya membicarakan beberapa topik ringan. Dan tiba-tiba dia
memutus obrolannya dengan saya. Hanya karena alasan sepele.
Perbedaan usia yang
lumayan jauh ternyata memiliki pengaruh yang besar pada
kisah-cinta-bertepuk-sebelah-tangan saya ini. Awalnya saya tidak terlalu peduli
soal perbedaan usia. Dan gara-gara mitos “pacaran beda usia diatas lima tahu waktu
umur kamu belum 21 tahun itu haram” saya sempat frustasi. Tapi ternyata bukan
hanya itu masalahnya. Saya masih kecil dan dia sudah dewasa. Saya masih sekolah
dan dia sudah punya penghasilan. Saya orang biasa dan dia sudah banyak dikenal.
Saya tidak cantik dan dia sangan rupawan. Perbedaan kami sangat banyak. Saya
seperti bumi yang kecil dan dia adalah langit yang sangat luas.
Setelah tujuh tahun,
saya ingin melupakan dia dan memulai hidup dengan tujuan yang baru. Terjebak di
situasi seperti ini sangat tidak menguntungkan buat saya. Waktu itu saya sudah
SMA jadi harus bisa memilih apa yang saya butuhkan dan yang benar-benar saya
inginkan. Move on adalah jalan terbaik, toh saat itu saya juga sudah sangat
jarang melihat dia lagi. Tapi ternyata Tuhan berkata lain. Saya ---yang sudah
punya tekad yang bulat untuk move on--- bertemu dia lagi. Dan untuk kesekian
kalinya saya jatuh hati. Dia bahkan muncul di mimpi saya. Hal ini sudah terjadi
berulang kali. Saat saya sudah punya kekuatan untuk melupakannya, dia akan
muncul lagi di depan saya, menyapa saya dalam mimpi saya, dan membuat saya
terpesona lagi dan lagi. Entah mengapa Tuhan memberikan ujian yang seperti ini
kepada saya. Hahaha, saya jadi malu sendiri kalau mengingat-ingat hal itu.
Betapa konyolnya orang kalau sedang jatuh cinta.
Di tahun kesembilan,
sekali lagi, saya mencoba untuk move on. Sudah terlalu lama saya hidup di dalam
bayang-bayangnya. Perasaan saya ini tidak mebuahkan hasil sama sekali, jadi
percuma saja kalau saya teruskan. Saya harus mencari hal lain yang bisa
menggantikan segala pikiran dan perasaan saya tentang dia. Dan saya menemukan
satu orang yang lumayan bisa membuat saya sering tersenyum tanpa sadar. Awalnya
saya pikir ini akan berhasil, tapi, eh yang ini juga sudah punya pacar. Haha.
Hidup ini memang pahit. Tapi mungkin saja yang ini bisa jadi pengecoh biar saya
tidak mengingat-ingat dia lagi. Tapi ternyata rencana Tuhan benar-benar
luarbiasa. Tuhan mempertemukan kami lagi, untuk kesekian kalinya disaat saya
sedang mencoba untuk move on, dan dia dalam kondisi yang jauh lebih ganteng
dari sebelumnya. Berat sekali hidup ini :(
Akhir-akhir ini saya
sering kepikiran tentang bagaimana awalnya saya jatuh cinta, bagaimana rasanya
jatuh cinta, bagaimana rasanya memendam ini semua selama bertahun-tahun, dan
bagaimana rasanya selalu menjadi bayangan. Saya sudah lebih dewasa daripada
sebelum-sebelumnya, seharusnya saya bisa menemukan solusi yang rasional tapi
juga tidak terlalu menyakitkan.
Saya bertanya pada diri
saya sendiri. Apa yang saya rasakan ini benar cinta? Apa saya tidak salah
mengartikan ini semua? Saya bahkan tidak mendapat apa-apa dari mencintai dia,
lalu kenapa harus saya teruskan? Semua pertanyaan itu terus menyerbu kapala
saya. Saya mencoba berterus terang pada hati saya. Tentang apa yang selama ini
saya pendam, apa yang selama ini saya rasakan, dan apa yang selalu ada di
pikiran saya. Dan tenyata sangat susah untuk mengerti tetang perasaan manusia
bahkan diri saya sendiri.
Dan berkaca pada apa yang
saya alami saya menemukan jawabannya. Bahwa untuk mencintai seseorang atau
sesuatu tidak membutuhkan syarat ataupun ketentuan. Biarkan mengalir dengan
murni. Tidak peduli dengan apa yang akan kita dapatkan, dan yang telah kita
temukan. Tidak peduli berapa lama waktu yang kita butuhkan, dan rasa sakit yang
kita alami. Tidak memikirkan keuntungan dan kerugian. Cinta bukan tentang
seberapa besar kamu menginginkan sesuatu, tapi seberapa gigih kamu
memperjuangkannya. Bukan dengan keterpaksaan karena kesepian, tapi karena
ketulusan dan keyakinan bahwa rasa sakitnya itu tidak akan membunuhmu. Cinta
itu seperti udara yang sangat transparan dan menyejukkan. Cinta itu seperti air
yang mengalir dan membawa keindahan. Jadi jangan pernah takut jatuh cinta.
Saya tertawa sendiri
mengingat bagaimana konyolnya saya dulu, saat cinta itu datang. Saat dia berada
di depan mata saya, saya akan memalingkan muka dan melihat kearah yang lain.
Saya tidak sanggung menatap wajahnya. Saya malu sekali. Saya takut perasaan
saya ketahuan kalau dia menatap mata saya dan membaca isi hati saya. Karena
mata saya pasti akan mengatakan “Aku suka kamu” dengan sangat lantang. Padahal
kesempatan seperti itu sangat langka buat saya. Tapi saya bisa apa? Cinta
membuat saya tampak seperti orang bodoh.
Nyatanya, dia yang
selalu menjadi tipe ideal saya. Dia hanya terlalu sempurna. Wajahnya, postur
tubuhnya, suaranya, semuanya sempurna. Seperti pangeran di negeri dongeng. Sosok
pangeran yang tidak akan pernah bisa saya raih. Setiap kali teman saya
menyebut-nyebut tentang laki-laki tampan, pikiran bawah sadar saya langsung
menampilkan wajahnya. Saya merasa sangat bodoh. Kebodohan konyol yang menyakitkan.
Saya tidak ingin
meyakininya tapi sepertinya dia bukan jodoh saya. Saya tidak tahu pasti apakah ini
benar karena Tuhan tak pernah membocorkan tentang siapa jodoh kita kelak. Kalau
dua insan memang berjodoh, perpisahan pasti datang bersama dengan kematian. Kalau
tidak, berarti bukan jodoh. Saya ngobrol dengan dia saja hanya satu kali , itu
pun lewat media sosial. Kemungkinan dia-jodoh-saya
hampir mustahil.
Mitos tentang “Cinta
pertama selalu menyakitkan” tampaknya memiliki kekuatan yang sangat besar. Buktinya
sudah dirasakan oleh banyak orang. Saya juga demikian. Tapi cinta memang
menyakitkan meskipun bukan cinta yang pertama. Cinta kedua, cinta ketiga, cinta
keempat juga menyakitkan. Tapi sepertinya cinta pertama selalu menjadi yang
paling menyakitkan.
Sebentar lagi idul
adha, berarti sudah hampir sepuluh tahun. Nyatanya perasaan saya tidak
menghilang. Memang berkurang, tapi rasa suka itu tetap ada. Sekarang saya lebih
percaya dengan realita bahwa tidak semua hal berjalan sesuai rencana saya. Termasuk
tentang cinta. Saya tidak memaksa cinta itu untuk pergi, saya hanya membiarkannya
mengalir perlahan. Cinta mengajari saya banyak hal, jadi saya tidak bisa
membencinya.
Sekarang sudah waktunya
saya menata hidup saya. Dan berhenti menjadi bayang-bayangnya. Bukannya saya
mau melupakan segala hal tentang dia, saya hanya ingin bangun dari mimpi saya
selama bertahun-tahun.
"Untuk orang yang saya
sukai selama bertahun-tahun ini, selama ini saya menyukai anda, sudah hampir
sepuluh tahun dan anda tidak pernah tahu. Saya tidak membenci anda karena
mengabaikan saya, saya yang bersalah karena tidak pernah mengatakannya. Banyak hal
yang ingin saya sampaikan pada anda, banyak sekali. Maaf, karena saya pernah
hampir menyerah di tengah jalan. Saya hanya tidak kuat dengan rasa sakitnya. Tapi
anda selalu datang di saat saya hampir menyerah. Anda tidak tersenyum kepada
saya, bahkan tidak melihat kearah saya, tapi entah bagaimana rasanya seperti
anda menggenggam tangan saya dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Saya yang
bodoh karena bisa jatuh terlalu dalam kepada anda. Terima kasih untuk semua
kenangan dan peristiwa konyol yang terjadi pada saya. Meskipun anda tidak
memberikan apapun kepada saya, tapi bisa jatuh cinta kepada anda sudah cukup bagi
saya. Anda membuat saya belajar dan terus belajar. Saya tidak meminta anda
untuk pergi dari ingatan saya, tapi jika anda yang menginginkannya, silahkan
saja. Dan tolong jangan membuat saya jatuh cinta lagi. Sepuluh tahun rasanya
sudah lebih dari cukup. Kalau anda tahu tentang perasaan saya, tolong jangan
merasa bersalah. Karena saya tak pernah menyesal pernah jatuh hati pada anda. Dan
sekarang biarkan saya menjalani hidup dengan normal. Saya menyukai anda, dulu,
dan sampai hari ini. Esok biar Tuhan yang menentukan. Sekali lagi terima kasih. Berkat
anda saya bisa menjadi seperti sekarang, seorang gadis dengan hati yang kuat.”