Minggu, 28 September 2014

Saya dan Cinta pertama saya


Saya masih ingat betul kapan saya jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Waktu itu saya masih seorang bocah kelas empat SD yang masih belum tahu bagaimana caranya menghitung integral dan turunan. Pulang sholat idul adha saya berpapasan dengan dia. Saya bisa melihat dia dengan sangat jelas, malah disekelilingnya terlihat sangat kabur. Hidungnya mancung, matanya kecil, garis wajahnya tegas, kulitnya putih, dan rambutnya lurus se-bahu. Saya yang masih anak ingusan jatuh cinta pada pandangan pertama dengan pria miterius yang luarbiasa ganteng ---yang hanya saya lihat selama lima detik--- . Hahaha. 
 
Waktu terus berlalu dan saya masih mengagumi dia. Saya sempat yakin bahwa dia hanya fatamorgana, tidak nyata, hanya imajinasi saya saja. Tapi seminggu kemudian saya melihatnya lagi dengan style yang berbeda ---dan lagi-lagi membuat saya terpesona---. Satu tahun berlalu, dua tahun berlalu, tiga tahun berlalu dan saya masih tetap mengagumi dia. Setelah lima tahun, baru setelah lima tahun, saya mendapat sedikit cahaya. Suatu hari di tahun ketiga saya di sekolah menengah, dia mengomentari status saya di facebook. Satu kalimat. Hanya satu kalimat dan rasanya seperti ada bunga yang mekar di telapak tangan saya. Saya bahkan harus membelikan bakso untuk teman saya karena saya tak percaya. Saya tertawa sendiri mengingat betapa bodohnya saya dulu.

Sayangnya di tahun yang sama saya tahu kalau dia sudah punya pacar. Ya, hati saya rasanya sakit sekali. Saya juga pernah melihat dia dan pacarnya naik sepeda motor berdua. Bahkan saya pernah mendengar nama mereka berdua disebut-sebut di salah satu saluran radio lokal. Saya tidak pernah tahu bahwa jatuh cinta rasanya akan sesakit ini. Tapi saya bisa apa. Saya bukan siapa-siapa. Waktu itu saya cuma anak kecil yang sekedar tahu nama dan tempat tinggalnya, tidak lebih. Dan kebetulan waktu itu saya sedang berjuang menghadapi ujian nasional, jadi saya tetap harus melangkah maju. Masih ada jalan panjang yang harus saya lewati. Dan berkat dorongan dan semangat yang dia beri lewat komentarnya di facebook, saya bisa melewati ujian dengan sukses walaupun saat itu saya sedang patah hati.

Lucunya, dulu saya sempat mengutuk pacarnya dan meyakinkan diri saya bahwa mereka pasti putus. Jadi saya berpura-pura tidak tahu kalau dia sudah punya pacar dan menganggap semuanya sama seperti sebelumnya. Saya pernah mencoba ngobrol dengan dia lewat facebook, dan tak mendapat balasan. Tapi saya yakin tak pernah ada usaha dan kesungguhan yang sia-sia. Tuhan selalu ada dan dengan senang hati akan mengabulkan keinginan kita. Percaya saja pada hal itu dan semuanya akan menjadi kenyataan. 

Hingga suatu hari kata ‘Hai!’ yang saya kirimkan mendapat jawaban yang sama. Mata saya tak bisa berhenti melihat kearah kata ‘Hai juga’ yang tiba-tiba muncul di obrolan saya. Senyum saya mengembang seperti bunga yang terkena cahaya matahari. Hati saya terasa ringan sekali. Kami hanya membicarakan beberapa topik ringan. Dan tiba-tiba dia memutus obrolannya dengan saya. Hanya karena alasan sepele.

Perbedaan usia yang lumayan jauh ternyata memiliki pengaruh yang besar pada kisah-cinta-bertepuk-sebelah-tangan saya ini. Awalnya saya tidak terlalu peduli soal perbedaan usia. Dan gara-gara mitos “pacaran beda usia diatas lima tahu waktu umur kamu belum 21 tahun itu haram” saya sempat frustasi. Tapi ternyata bukan hanya itu masalahnya. Saya masih kecil dan dia sudah dewasa. Saya masih sekolah dan dia sudah punya penghasilan. Saya orang biasa dan dia sudah banyak dikenal. Saya tidak cantik dan dia sangan rupawan. Perbedaan kami sangat banyak. Saya seperti bumi yang kecil dan dia adalah langit yang sangat luas.

Setelah tujuh tahun, saya ingin melupakan dia dan memulai hidup dengan tujuan yang baru. Terjebak di situasi seperti ini sangat tidak menguntungkan buat saya. Waktu itu saya sudah SMA jadi harus bisa memilih apa yang saya butuhkan dan yang benar-benar saya inginkan. Move on adalah jalan terbaik, toh saat itu saya juga sudah sangat jarang melihat dia lagi. Tapi ternyata Tuhan berkata lain. Saya ---yang sudah punya tekad yang bulat untuk move on--- bertemu dia lagi. Dan untuk kesekian kalinya saya jatuh hati. Dia bahkan muncul di mimpi saya. Hal ini sudah terjadi berulang kali. Saat saya sudah punya kekuatan untuk melupakannya, dia akan muncul lagi di depan saya, menyapa saya dalam mimpi saya, dan membuat saya terpesona lagi dan lagi. Entah mengapa Tuhan memberikan ujian yang seperti ini kepada saya. Hahaha, saya jadi malu sendiri kalau mengingat-ingat hal itu. Betapa konyolnya orang kalau sedang jatuh cinta.

Di tahun kesembilan, sekali lagi, saya mencoba untuk move on. Sudah terlalu lama saya hidup di dalam bayang-bayangnya. Perasaan saya ini tidak mebuahkan hasil sama sekali, jadi percuma saja kalau saya teruskan. Saya harus mencari hal lain yang bisa menggantikan segala pikiran dan perasaan saya tentang dia. Dan saya menemukan satu orang yang lumayan bisa membuat saya sering tersenyum tanpa sadar. Awalnya saya pikir ini akan berhasil, tapi, eh yang ini juga sudah punya pacar. Haha. Hidup ini memang pahit. Tapi mungkin saja yang ini bisa jadi pengecoh biar saya tidak mengingat-ingat dia lagi. Tapi ternyata rencana Tuhan benar-benar luarbiasa. Tuhan mempertemukan kami lagi, untuk kesekian kalinya disaat saya sedang mencoba untuk move on, dan dia dalam kondisi yang jauh lebih ganteng dari sebelumnya. Berat sekali hidup ini :(

Akhir-akhir ini saya sering kepikiran tentang bagaimana awalnya saya jatuh cinta, bagaimana rasanya jatuh cinta, bagaimana rasanya memendam ini semua selama bertahun-tahun, dan bagaimana rasanya selalu menjadi bayangan. Saya sudah lebih dewasa daripada sebelum-sebelumnya, seharusnya saya bisa menemukan solusi yang rasional tapi juga tidak terlalu menyakitkan.

Saya bertanya pada diri saya sendiri. Apa yang saya rasakan ini benar cinta? Apa saya tidak salah mengartikan ini semua? Saya bahkan tidak mendapat apa-apa dari mencintai dia, lalu kenapa harus saya teruskan? Semua pertanyaan itu terus menyerbu kapala saya. Saya mencoba berterus terang pada hati saya. Tentang apa yang selama ini saya pendam, apa yang selama ini saya rasakan, dan apa yang selalu ada di pikiran saya. Dan tenyata sangat susah untuk mengerti tetang perasaan manusia bahkan diri saya sendiri.

Dan berkaca pada apa yang saya alami saya menemukan jawabannya. Bahwa untuk mencintai seseorang atau sesuatu tidak membutuhkan syarat ataupun ketentuan. Biarkan mengalir dengan murni. Tidak peduli dengan apa yang akan kita dapatkan, dan yang telah kita temukan. Tidak peduli berapa lama waktu yang kita butuhkan, dan rasa sakit yang kita alami. Tidak memikirkan keuntungan dan kerugian. Cinta bukan tentang seberapa besar kamu menginginkan sesuatu, tapi seberapa gigih kamu memperjuangkannya. Bukan dengan keterpaksaan karena kesepian, tapi karena ketulusan dan keyakinan bahwa rasa sakitnya itu tidak akan membunuhmu. Cinta itu seperti udara yang sangat transparan dan menyejukkan. Cinta itu seperti air yang mengalir dan membawa keindahan. Jadi jangan pernah takut jatuh cinta.

Saya tertawa sendiri mengingat bagaimana konyolnya saya dulu, saat cinta itu datang. Saat dia berada di depan mata saya, saya akan memalingkan muka dan melihat kearah yang lain. Saya tidak sanggung menatap wajahnya. Saya malu sekali. Saya takut perasaan saya ketahuan kalau dia menatap mata saya dan membaca isi hati saya. Karena mata saya pasti akan mengatakan “Aku suka kamu” dengan sangat lantang. Padahal kesempatan seperti itu sangat langka buat saya. Tapi saya bisa apa? Cinta membuat saya tampak seperti orang bodoh. 

Nyatanya, dia yang selalu menjadi tipe ideal saya. Dia hanya terlalu sempurna. Wajahnya, postur tubuhnya, suaranya, semuanya sempurna. Seperti pangeran di negeri dongeng. Sosok pangeran yang tidak akan pernah bisa saya raih. Setiap kali teman saya menyebut-nyebut tentang laki-laki tampan, pikiran bawah sadar saya langsung menampilkan wajahnya. Saya merasa sangat bodoh. Kebodohan konyol yang menyakitkan.

Saya tidak ingin meyakininya tapi sepertinya dia bukan jodoh saya. Saya tidak tahu pasti apakah ini benar karena Tuhan tak pernah membocorkan tentang siapa jodoh kita kelak. Kalau dua insan memang berjodoh, perpisahan pasti datang bersama dengan kematian. Kalau tidak, berarti bukan jodoh. Saya ngobrol dengan dia saja hanya satu kali , itu pun lewat media sosial.  Kemungkinan dia-jodoh-saya hampir mustahil.

Mitos tentang “Cinta pertama selalu menyakitkan” tampaknya memiliki kekuatan yang sangat besar. Buktinya sudah dirasakan oleh banyak orang. Saya juga demikian. Tapi cinta memang menyakitkan meskipun bukan cinta yang pertama. Cinta kedua, cinta ketiga, cinta keempat juga menyakitkan. Tapi sepertinya cinta pertama selalu menjadi yang paling menyakitkan.

Sebentar lagi idul adha, berarti sudah hampir sepuluh tahun. Nyatanya perasaan saya tidak menghilang. Memang berkurang, tapi rasa suka itu tetap ada. Sekarang saya lebih percaya dengan realita bahwa tidak semua hal berjalan sesuai rencana saya. Termasuk tentang cinta. Saya tidak memaksa cinta itu untuk pergi, saya hanya membiarkannya mengalir perlahan. Cinta mengajari saya banyak hal, jadi saya tidak bisa membencinya. 

Sekarang sudah waktunya saya menata hidup saya. Dan berhenti menjadi bayang-bayangnya. Bukannya saya mau melupakan segala hal tentang dia, saya hanya ingin bangun dari mimpi saya selama bertahun-tahun. 

"Untuk orang yang saya sukai selama bertahun-tahun ini, selama ini saya menyukai anda, sudah hampir sepuluh tahun dan anda tidak pernah tahu. Saya tidak membenci anda karena mengabaikan saya, saya yang bersalah karena tidak pernah mengatakannya. Banyak hal yang ingin saya sampaikan pada anda, banyak sekali. Maaf, karena saya pernah hampir menyerah di tengah jalan. Saya hanya tidak kuat dengan rasa sakitnya. Tapi anda selalu datang di saat saya hampir menyerah. Anda tidak tersenyum kepada saya, bahkan tidak melihat kearah saya, tapi entah bagaimana rasanya seperti anda menggenggam tangan saya dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Saya yang bodoh karena bisa jatuh terlalu dalam kepada anda. Terima kasih untuk semua kenangan dan peristiwa konyol yang terjadi pada saya. Meskipun anda tidak memberikan apapun kepada saya, tapi bisa jatuh cinta kepada anda sudah cukup bagi saya. Anda membuat saya belajar dan terus belajar. Saya tidak meminta anda untuk pergi dari ingatan saya, tapi jika anda yang menginginkannya, silahkan saja. Dan tolong jangan membuat saya jatuh cinta lagi. Sepuluh tahun rasanya sudah lebih dari cukup. Kalau anda tahu tentang perasaan saya, tolong jangan merasa bersalah. Karena saya tak pernah menyesal pernah jatuh hati pada anda. Dan sekarang biarkan saya menjalani hidup dengan normal. Saya menyukai anda, dulu, dan sampai hari ini. Esok biar Tuhan yang menentukan. Sekali lagi terima kasih. Berkat anda saya bisa menjadi seperti sekarang, seorang gadis dengan hati yang kuat.”