Sabtu, 24 September 2011

15 tahun

Aku 15 tahun. Masih ada waktu buat aku ngelewati masa muda.
Aku harus bisa milih, karna hidup itu pilihan.

Aku selalu berpikir "Bagaimana masa tuaku nanti?"
Mungkin nanti kalo umurku beranjak 22 tahun aku bakalan fokus sama pekerjaan. Kalo umurku 33 tahun, aku bakalan mikir tentang keluarga kecilku. Waktu umurku 45 tahun, yang ada dipikiranku pasti gimana cara menjaga agar keluarga kecilku tetap bartahan.

67 tahun setelah aku dilahirkan nanti, mungkin mataku sudah sedikit rabun, kakiku sudah tak kuat berlari, dan tulang punggungku sudah menbungkuk. Saat itu ingin sekali rasanya kembali ke masa-masa saat usiaku 15 tahun dulu. Berlari mengejar guru untuk mengumpulkan tugas, berdiri tegak saat upacara hari kemerdekaan, dan melirik kanan kiri saat ada ulangan. Tapi tak bisa. Aku tak semuda itu.
Dan saat usiaku sudah 99 tahun, yang bisa kulakukan hanyalah menunggu, menunggu, dan menunggu. Menunggu saat-saat Tuhan mengambil nyawaku.



15 there's still time for you
time to buy and time to lose your self
within a morning star
15 I'm all right with you
15, there never a wish better than this
when you only got 100 years to live


Ya, usia 15 tahunku tinggal beberapa bulan. Setelah itu aku akan beranjak dewasa. Dan akan sangat-sangat merindukan saat-saat ini. Aku hanya ingin 15 tahunku menjadi kenangan indah. Aku akan menjalani masa sekarang ini dengan baik. Aku tak akan membiarkan satu kelalaianpun merusak masa mudaku. 

Tuhan hanya memberikan seseorang kehidupan sekali saja. Apalagi kalau hidup itu cuma 100 tahun saja. Terlalu singkat. Aku berharap aku punya waktu lebih.

Selasa, 13 September 2011

Fisik


Tadi pagi tes fisik 2. Anak-anak satu kelas banyak yang datang terlambat ke lapangan. Mereka dihukum push up. Semakin lama terlambat semakin banyak kami harus melakukan push up. Aku sendiri tadi push up 35 kali. Walaupun aku bilang ‘pagi’ tapi rasanya matahari ada diatas kepala kami. Padahal masih jam delapan lewat.

Waktu pemanasan juga berat. Karena sudah lama tidak olahraga jadi otot kami kaku semua. Lari ditempat, lompat-lompat, huh,  kakiku matirasa. Apalagi kalau disuruh serong kanan. Push up lagi, push up lagi. Ini tangan seperti ditindih beban berat.

Ini nih, yang paling berat. Gerakannya sih tidak jauh berbeda dengan Fisik 1, tapi selalu sukses membuatku sesak nafas. Pertama lompat-lompat, lalu kemudian, jalan apa sih itu namanya ya? Pokoknya mah aneh gitu jalannya. Seperti orang lagi joget. Pinggulnya muter kanan muter kiri. Langkah ke depan langkah ke belakang.

Nafasku sudah mulai tidak beraturan.  Gerakan yang ini aku nggak suka banget. Lompat kiri lompat kanan. Jarak yang musti ditempuh juga rasanya ada beratus-ratus kilometer dari tempatku berpijak.
Tenggorokanku mulai kering. Aku harus membasahi tenggorokanku berkali-kali dengan air ludah. Sampai setelah gerakan selanjutnya, lompat mundur, lompat mundur. Dan, oke, aku mulai pusing. Sekali lagi, tenggorokanku seperti habis dikuras. Benar-benar kering. Aku haus berat.

Ada beberapa temanku yang minum sembunyi-sembunyi. Aku juga ingin, tapi aku tidak melakukannya. Harusnya aku bisa minta sedikit air milik temanku. Tapi terlambat. Gurunya sudah didekatku. Dengan segenap tenaga yang tersisa diujung tenggorokan aku melanjutkan gerakan. Saat sudah sampai di titik awal lagi, artinya pasti ada gerakan baru lagi. Aku benar-benar kehausan.

Aku seperti ingin muntah. Aku berpikir,  apa sebaiknya aku memuntahkannya lalu sebelum keluar dari rongga mulutku, akan kutelan lagi muntah itu? Itu menjijikan. Kalau aku tidak melakukannya aku pasti sudah kehilangan kesadaranku. Tapi aku tak mungkin melakukan hal menjijikan itu, aku juga tak ingin mati kehausan. Akhirnya sekuat kemampuanku kutahan rasa haus. Itu.

Saat kembali ke kelas, aku segera meminum air yang kubawa dari rumah. Satu botol penuh tanpa berhenti. Rasanya sampai sesak. Tapi aku merasa seperti dihidupkan kembali.
Aku sarankan saat kau tes  fisik nanti, bawalah air minum sebanyak mungkin.

Senin, 12 September 2011

Kerudung

Aku ingin memakai kerudung, tapi aku belum siap.

Kenapa aku belum siap? Memangnya apa yang sedang kupersiapkan?

Aku tidak tahu. Hanya saja aku merasa belum pantas. Aku belum bisa merubah sikap burukku.
Aku ingin sekali. Terlepas karena kerudung bisa mempercantik penampilan, tapi itu juga diwajibkan dalam islam, sebagai penutup aurat.

Memang benar cerita orang-orang, ‘engkau lebih cantik dengan jilbab’.

Ya, itu terbukti padaku. Mereka sendiri yang bilang padaku. Mereka bilang  “Kamu bagusan pake jilbab, kayak cewek”.

Apa itu pujian? Maksudku, Apa kau tidak sadar yang dikatakannya?

Biar kuperjelas.
Kenapa ia bilang ‘kayak cewek’. Kenapa tidak bilang kalau ‘kamu memang cewek cantik’ atau apalah yang bisa menyenangkanku. Tapi kuhargai pujiannya –meskipun pujian itu rasanya seperti jarum jahit yang baru dibakar menancap di paru-paruku- yang (kurasa) berasal dari hatinya yang paling dalam.

Dan kurasa aku harus bilang Terima kasih atas pujiannya

Minggu, 11 September 2011

Minggu Sore


Sore yang cukup baik, menurutku. Setidaknya aku tidak melihat ‘GARY mengunyah sofa lagi’.
Kau tahu maksudku? Akan kujelaskan.

Setiap hari aku harus menemani kakakku menonton Spongebob Squarepant memarahi siputnya dengan kalimat diatas. Aku bahkan bisa merapalkannya diluar kepalaku. Maksudku, siapa yang mau menonton Sponge bercelana kotak yang bahkan bokongnya sama sekali tidak seksi.
Apa kalimatku berlebihan? Tidak.

Well, sore ini aku membaca sebuah buku yang menurutku ‘awesome’. Buku serial Supernatural berjudul BONE KEY. Dengan sebungkus biskuit berlapis coklat dengan saus strawberry di dalamnya. Ingatkan aku untuk membaginya dengan ayahku setelah ia pulang. Ia sedang dalam perjalanan dari Malang menuju Surabaya –tanpa minum sama sekali- yang mungkin butuh waktu sekitar dua setengah jam -atau lebih- dan kurasa ia akan butuh kudapan lezat saat tiba disini.

Dan soreku semakin memburuk –padahal aku baru menikmatinya sekitar 23 menit- saat ibuku mulai menyuruhku melakukan sesuatu. Biasanya aku tak akan marah, tapi dengan novel Supernatural ditanganku, kurasa itu sangat menjengkelkan.  Dan saat ibuku mematahkan salah satu kaki kursi yang bunyinya seperti ada seseorang yang membuka paksa pagarmu, raut wajahku berubah seperti ada yang baru saja menabrak kucingku –aku suka penggambaran ‘ada yang baru saja menabrak kucingku’,  seperti ada bagian dari wajahku yang tidak pada tempatnya, dan aku berterima kasih pada Keith R. A. DeCandido atas kalimat-kalimat yang menurutku sangat lucu. Dan aku terus tertawa sepanjang aku membaca Supernatural yang sebenarnya cerita horror- tapi tak membuatku berhenti membaca.

Dan sampai akhirnya ayahku datang. Kupikir akan meyenangkan mengetahui orang yang kau sayangi pulang dengan selamat. Tapi ternyata minggu soreku jadi berantakan.
Niatku sebenarnya, malam ini aku ingin tidur lebih awal, tapi ayah selalu menyuruhku menyiapkan buku, yang sebenarnya sudah kusiapkan bahkan sebelum ia pulang Aku ingin membagi cerita soreku yang indah, tapi sejak tadi ayah menghalangi. So, cerita ini kupostingkan saat larut. Da ayahku sukses membuat Minggu soreku berantakan

Dan apa kau sadar, sejak tadi aku menggunakan kata penghubung ‘DAN’. Karena menurutku kata itu lucu

Sabtu, 10 September 2011

ANNA

Aku punya cerpen. Cerpen pertama di buku MIRACLE yang pertama. Dulu waktu masih kecil sering juga sih buat cerpen, tapi nggak jelas. Nggak ada klimaksnya. Sekarang udah bisa nampilin klimaks. Semoga banyak yang suka.
Selamat menikmati.



     Namanya Lucas, usianya sekita 13 tahun. Anna selalu memperhatikannya. Wajahnya manis, kulitnya putih, warna  rambutnya pirang, dan matanya biru seperti laut. Kalau menatapnya seakan kau sedang berenang didalamnya. Dia sungguh mempesona. Apalagi caranya memperlakukan anak perempuan. Sungguh manis. Anna bertemu dengannya disebuah pertunjukkan musik dua bulan lalu. Saat itu Lucas sedang bermain piano dengan Tn. Pennyllsky, teman baik ayahnya.
     Kau pasti tahu. Gadis-gadis berusia sepuluh tahun seperti Anna pasti mendambakan memiliki  seorang pangeran tampan seperti di cerita-cerita dongeng. Dan bagi Anna, Lucas adalah pangeran impiannya. Seorang pangeran yang tidak suka kekerasan, pangeran yang mempunyai kelembutan, pangeran yang memiliki lagu dalam jiwanya. Benar-benar pangeran impian bagi Anna.
     Suatu hari Anna menghadiri pertunjukkan musik itu lagi. Setelah acara selesai Anna memutuskan untuk menemui Lucas. Ia ingin lebih mengenal Lucas. Anna menyapa Lucas. Hanya senyuman yang ia dapat. Senyuman indah. Mereka berbincang-bincang. Sepertinya gadis kecil itu telah benar-benar mengenal Lucas. Sekolah mereka tidak berjauhan. Hanya berbeda beberapa blok saja.
     Tidak terasa sudah beberapa bulan berlalu. Mereka tetap seperti dulu. Seperti waktu kali pertama Anna mencoba mengenal Lucas. Tapi entah mengapa rasanya jarak mereka semakin jauh. Anna merasa ada yang Lucas sembunyikan darinya. Ia merasa cukup mengenal Lucas sebatas ini. Tak apalah, yang penting  ia bisa terus melihat senyum Lucas. Sampai suatu hari Anna benar-benar tak tahan melihat tingkah Lucas. Ia memang baik seperti biasa, tapi ada sesuatu yang ia tutupi. Anna memberanikan diri untuk bertanya.
     “Apa ada yang kau sembunyikan dariku? Katakanlah!”.
     Lucas terlihat panik. Ia lalu menarik diri dari hadapan Anna. Anna menyesal telah bertanya. Kalau saja ia tak bertanya pasti sekarang Lucas masih tersenyum disampingnya.
   
     Hari ini hari ulang tahun Anna. Ia genap berusia sebelas tahun. Lucas tahu hari ini Anna berulang tahun. Karena itu wajah Anna berseri-seri mencoba menerka kado apa yang akan Lucas berikan padanya.
Telepon rumahnya berdering. Anna segera mengangkatnya.
     “Halo”. Terdengar suara Lucas di seberang. Beberapa saat lamanya mereka berbincang. Sejurus kemudian Anna mengangguk dan langsung menutup teleponnya.
     Di kamarnya Anna bingung harus memakai pakaian seperti apa saat bertemu Lucas nanti. Semua koleksi pakaian terbaiknya ia coba, tapi tak satupun yang nyaman di kulitnya. Anna mengintip ke luar jendela. Diluar dingin. Ia memutuskan memakai sweater abu-abu kesukaannya. Tidak lupa sepasang sarung tangan dan sebuah penutup kepala yang hangat.
     Anna tiba di dermaga. Lucas menyuruhnya menunggu di dekat sebuah tiang lampu. Mata Anna mulai bekerja mencari-cari dimana Lucas berada. Matanya tertuju pada segerombolan orang di ujung dermaga. Disitu ia melihat Lucas. Anna melambai padanya. Lucas mendekat. Pakaiannya sangat rapi. Sungguh tak cocok dengan apa yang ia kenakan.
     Lucas memberikan sebuah buku pada Anna. Buku bergambar not-not balok pada sampulnya.
     “Ini kado dariku. Selamat Ulang Tahun.” Kata Lucas sambil tersenyum. “Anna… Aku harus pergi. Aku akan ke Los Angeles. Aku ingin menjadi pianis terkenal disana. Selamat tinggal!”. Lucas melangkah pegi.
     “Kapan kau akan kembali?” tanya Anna.
     Lucas menghentikan langkahnya. “Pada hari yang sama. Entahlah. Mungkin tahun depan. Atau beberapa tahun lagi. Atau mungkin tidak sama sekali.”
     Lama mereka diam. Sampai akhirnya seseorang melambai pada Lucas. “Aku harus pergi”.
     Anna mematung tak bargerak. Ia hanya memandang kearah Lucas yang semakin menjauh. Kini ia benar-benar jauh dari Lucas. Jauh sekali.
     Anna berjalan pulang kerumahnya dengan tatapan sayu. Langkahnya gontai. Anna merebahkan tubuhnya di ranjang. Matanya terpejam. Ia tak ingin menangis.
     Anna melangkah maju menuju cermin besar disamping jendela. “Kenapa?”. Anna mulai bicara. Ia bicara pada bayangannya dicermin seolah-olah itu Lucas. “Kenapa harus Los Angeles? Kenapa begitu jauh dari sini? Bukankah di Inggris kau juga bisa menjadi pianis terkenal.”. anna memandang marah pada bayangannya. Anna merasa hari ini adalah hari ulang tahun terburuk yang pernah ia rayakan. Kemudian tatapannya mulai melemah.
     “Pergilah! Kejar impianmu. Aku mendukungmu.”. lalu Anna tersenyum. Dalam hati Anna yakin Lucas pasti kembali. Pada hari yang sama. Tapi hari apa? Anna bingung. Apa hari Rabu juga seperti sekarang? Anna berpikir…..  Anna tahu. Lucas akan kembali pada hari yang sama. Hari ulang tahunnya.


     Tahun berikutnya Anna datang ke dermaga. Ia menunggu Lucas. Begitu pula tahun berikutnya dan tahun berikutnya lagi. Anna selalu merayakan ulang tahunnya di dermaga. Ia membawa kue untuk dibagi-bagikan pada anak-anak yang bermain didekat dermaga.
     Hari ini tepat empat tahun Lucas meninggalkannya. Hari ini hari terakhir Anna menunggu Lucas. Ia tak mungkin terus menunggu Lucas sementara usianya semakin bertambah.
     Dari kejauhan Anna melihat seseorang. Apakah dia Lucas? Anna tak mengenali wajahnya. Kalau itu benar Lucas, sekarang ia sudah jauh lebih dewasa dibanding saat mereka terakhir bertemu.
     Orang itu mendekat dan semakin mendekat. Sekarang orang itu berada tepat didepan Anna. Wajahnya manis, matanya biru. Sungguh tampan. Tapi sayangnya ia memakai kursi roda. Padahal kakinya masih utuh.
Pria itu memberikan beberapa tangkai bunga pada Anna. Ia tersenyum. Anna mengenali senyum itu.
     “Lucas?”.

     Anna dan Lucas duduk di pinggir dermaga. Matahari mulai memerah di ujung sana. Mungkin sebentar lagi akan terbanam.
     “Aku tahu kau pasti kembali. Bisa ceritakan alasannya!”
     “Karena tubuhku.”.
     Anna menatap heran. “Kau lumpuh?”
     “Tidak, belum. Hanya saja ada masalah dengan syaraf kakiku. Sudah dua bulan ini tidak bisa digerakkan. Tangan kiriku juga sering mati rasa.  Aku jadi tidak bisa bermain piano.”
     “Tapi kau kan masih bisa bermain dengan tanganmu yang lain”
     “Takkan maksimal. Los Angeles itu keras. Kau yang tak punya kualitas takkan bisa bertahan”
     “Sekeras itukah?”. Anna berdiri. “Tapi kau punya kualitas. Darahmu adalah musik. Nafasmu adalah nada. Dan di jiwamu terdapat lagu. Kau bisa jadi pianis terkenal disini. Bersamaku.”
     Rambutnya tertiup angin. Rona di pipinya semerah matahari di ujung lautan sana.
     “Hari mulai gelap. Ayo kita pulang!”. Anna membantu Lucas berdiri lalu mendudukkannya diatas kursi roda.

     Memang selepas Lucas pergi Anna belajar bermain piano. Dan sekarang dia bisa bermain piano dengan baik. Anna sering tampil di pertunjukan musik Tn. Penyllsky seperti Lucas dulu. Dan sekarang bermain piano menjadi salah satu tujuan dalam hidupnya.

     Ada suatu ketika Anna berada dalam satu pertunjukan  bersama Lucas. Bagi Anna, Lucas yanbg sekarang masih sama seperti Lucas yang dulu. Pianis terhebat yang pernah ia kenal. Sejak dulu Anna kagum pada Lucas. Entah kapan rasa kagum itu berubah jadi sayang.
     Selam enam bulan terakhir ini Lucas menjalani terapi agar ia bisa menggerakkan kaki dan tangannya lagi. Dan selama itu pula Anna selalu bersama Lucas. Anna senang bermain piano bersama Lucas. Anna senang berbagi kaki dan tangan saat bermain piano dengan Lucas. Sampai suatu hari Lucas harus menjalani operasi. Lucas bilang ada sesuatu dalam tubuhnya yang harus diambil. Ia tak bilang apa itu. Anna berdoa,  meminta agar Tuhan mau menyelamatkan kaki dan tangan Lucas. Karena itu sangat berarti bagi Lucas. Dan Lucas sangat berarti baginya.

     Sorenya Anna mendapat kabar bahwa operasi Lucas berhasil. Lucas telah mendapatkan kaki dan tangannya kembali. Anna tak sabar ingin melihat Lucas berdiri dengan dua kakinya, bermain piano dengan jari-jarinya sendiri. Tanpa sadar senyum terlukis di wajah Anna. Sebuah senyum bahagia yang hangat.
     Dua minggu kemudian Lucas membuat janji dengan Anna. Pukul empat sore Anna bersiap. Anna memakai terusan motif bunga-bunga selutut dan sepatu warna senada. Sungguh cantik. Ia bergegas menuju taman dekat dermaga. Dari jauh Anna melihat sesosok pria tampan berbaju rapi duduk di bangku panjang disamping kolam. Itu Lucas. Ia berada jauh diseberang jalan. Tapi Anna bisa melihat dengan jelas wajah Lucas.
     “Lucas”. Panggil Anna. Lucas menoleh. Kemudian tersenyum. Ia berdiri dan melambaikan tangan pada Anna.
     Anna takjub melihat Lucas berdiri dengan kakinya sendiri. Sekarang Lucas jauh lebih tinggi darinya ketimbang waktu Lucas memakai kursi roda. Anna senang, Lucas kini sembuh. Ia sehat. Anna berlari menuju tempat lucas. Ia terlampau senang sampai-sampai tak bisa mendengar suara teriakan Lucas. Ia hanya melihat bibir Lucas bergerak mencoba bicara padanya. Anna menoleh. Sebuah bis melaju cepat kearahnya dan…….