Sabtu, 15 Oktober 2011

DEJAVU


Stuart duduk dibangku panjang didepan ruang kepala sekolah. Ayahnya ada didalam sedang bicara dengan Kepala Sekolah.  Ayahnya dipanggil karena tadi siang Stuart memukul temannya. Ayahnya keluar dan langsung menarik Stuart. Mereka menuju parkiran. Di dalam mobil ibu dan kakak Stuart sedang menunggu.

“Apa yang kau lakukan? Kau itu masih SMP tapi kelakuanmu sudah seperti berandal,” bentak ayahnya.
“Dia mendorongku,” . Stuart berkilah.
“Tapi kau tidak perlu memukulnya sampai berdarah. Ayah tak ingin ada kejadian seperti ini lagi. Paham?”.
Stuart tak menjawab.
“Stuart, aku bicara padamu,” bentak ayahnya.
“Ya. Oke. Aku dengar,” jawab Stuart kesal. Ia membanting pintu mobil dan duduk memojok. Ayahnya menghela napas.

                Dalam perjalanan pulang Ayah Stuart tidak tenang. Pikirannya kemana-mana. Ia tak fokus saat menyetir. Ayah Stuart kaget saat tiba-tiba ada seekor anjing menyebrang jalan. Ia membanting setir ke kanan. Mobilnya tergelincir, berputar dan bagian belakangnya menabrak pohon.

                                                                            ***

                Stuart membuka matanya. Rasa pusing menyerangnya. Ia tak mampu bangkit. Ia hanya bisa melihat keadaan sekitarnya. Stuart melihat ayahnya disudut ruangan. Ibu dan kakaknya tidur dikursi dekat tempat ayahnya berdiri. Stuart bersuara, ayahnya menoleh.

“Stuart, kau bangun, nak,” suara ayahnya memecah keheningan. Ibu dan kakaknya bangun.
“Cepat panggilkan dokter,”. Kakak Stuart bergegas.
“Ada apa ini? Kenapa aku terbaring disini?”
“Nak, sudah 12 hari kau koma. Syukurlah kau sadar. Maafkan ayah,”. Stuart hanya diam.

                Beberapa hari kemudian keadaan Stuart membaik. Ia diperbolehkan pulang. Dalam perjalanan pulang Stuart membenamkan dirinya di jok belakang. Dalam mobil hanya ada dia dan ayahnya. Didepan ada sebuah mobil berjalan pelan. Ayah Stuart kaget dan langsung menginjak rem. Mobil putih didepannya sedikit tergores. Kedua mobil berhenti. Orang didepan melihat kondisi mobilnya yang tergores cukup dalam. Ayah Stuart keluar dan meminta maaf. Stuart pun keluar dan melihat orang itu tersenyum pada ayahnya.

                Kemudian keluar seorang gadis dari dalam mobil putih itu. Ia tersenyum lalu mendekati Stuart. Gadis itu menjulurkan tangannya.
“Hai, aku Brenda,” sapa gadis itu.
“Aku Stuart,”.
                Gadis ini manis. Matanya hijau seperti emerald.
“Rumahku didekat sini. Kau mau mampir?” Tanya gadis itu. Tapi tiba-tiba ayah Stuart memanggil. Stuart hanya tersenyum.
“Ya, aku tahu. Mungkin lain kali. Dah,” kata gadis itu. Stuart mengangguk. Gadis itu tersenyum. 

                Stuart masuk ke mobil. Tampak ayahnya menyapa orang disebelah Brenda. Mobilnya sudah melaju beberapa meter. Stuart menoleh kebelakang. Brenda melambai. Wajah Stuart merah padam.

                                                                              ***
 
                Stuart kembali ke sekolah. Teman-temannya menyambutnya. Lalu masuk seorang gadis cantik. Itu Brenda.

“Dia itu murid baru di kelas ini. Namanya Brenda. Dia datang saat kau koma” bisik salah seorang teman Stuart. Stuart hanya tersenyum.

                Brenda berjalan menuju bangkunya. Tepat di depan bangku Stuart dia berhenti, member senyum kemudian duduk di bangkunya. Stuart memandangi Brenda dari belakang. Gadis yang anggun.
                Sepulang sekolah Stuart bergegas menaiki bis sekolah. Ia memilih duduk di bangku paling dalam. Brenda mengejarnya. Mereka duduk berdampingan sambil sesekali mengobrol. Tepat di sebuah gang besar Stuart turun. Brenda mengikutinya.

“Hai, kau juga turun disini?” tanya Stuart.
“Ya, rumahku disitu,” jawab Brenda sambil menunjuk rumah didepannya. “Dimana rumahmu?” tanyanya.
“Di ujung gang ini,” jawab Stuart singkat.
“Aku mau menagih janji. Ayo mampir ke rumahku!” ajak Brenda. “Ayolah, aku ingin mengenalkanmu pada seseorang”.
“Baiklah, tapi aku harus tiba dirumah sebelum pukul 3”
“Takkan lama”. Brenda menarik tangan Stuart.

Mereka tiba di halaman rumah besar khas orang perancis. Beberapa orang pelayan membukakan pintu. Brenda menyuruh Stuart masuk. Stuart duduk di sofa besar yang nyaman. Rumah ini sangat besar, seperti rumah impian. Tiba-tiba datang seorang pelayan membawakan segelas minuman dingin.
              
“Permisi. Boleh kutahu dimana Brenda?” tanya Stuart pada pelayan itu.
“Tuan mencari nona? Baik, akan saya panggilkan.”
                Tak lama kemudian Brenda datang. Ia langsung menarik tangan Stuart.
“Hei, kita mau kemana?”
“Sudahlah ikut saja!”

                Stuart berjalan di belakang Brenda. Mereka menuju lantai atas, kemudian masuk ke sebuah bilik berpintu kayu. Tampak seorang wanita sedang terbaring lemah.
                 
“Ayo masuklah!”
                Stuart mendekat perlahan. Wanita itu tersenyum padanya.
“Ibu, ini Stuart, temanku. Stuart, dia ibuku” kata Brenda memperkenalkan. Stuart mengangguk pada ibu Brenda. Hanya dibalas senyuman kecil. 
“Mendekatlah!” pinta Brenda.

Stuart mendekat sehingga tangan ibu Brenda bisa menyentuh wajahnya. Diusapnya pipi Stuart dengan lembut, lalu ia tersenyum. Brenda tersenyum, tapi wajahnya berkaca-kaca seperti ingin menangis. Stuart menyadari itu. 

***
                Stuart duduk di sofa yang nyaman itu lagi. Brenda duduk tepat di depannya.
“Tadi kau nyaris menangis.”
“Kau melihatnya? Maaf
“Bisa ceritakan alasannya?” tanya Stuart hati-hati.
“Dulu aku punya kakak laki-laki. Namanya kamga. Dia mirip sepertimu…” nada suaranya melemah. “Kau benar-benar mirip dengannya. Dia sangat baik. Semua orang menyayanginya. Tuhan juga sangat manyayanginya. Karena itu Tuhan mengambilnya.”
“Maaf” kata Stuart pelan. Ia menyesal telah bertanya.
                Brenda tersenyum kecil.
“Lalu dimana ayahmu?”
“Ayahku seorang pelaut. Jarang  pulang. Terakhir kudengar kapalnya hilang. Entahlah. Aku masih menunggunya sampai sekarang.”
“Lalu siapa yang bersamamu kemarin?”
“Dia supirku,”
“Maaf”. Stuart merasa bodoh. Kenapa ia harus menanyakan hal-hal itu. Ia benar-benar menyesal.
“Tak apa”.
                Stuart melirik jam dinding
“Aku harus pulang”

***
                Stuart merasa Brenda membutuhkannya. Mereka menjadi sahabat. Mereka banyak bersenang-senang. Stuart sering berkunjung ke rumah Brenda. Ia datang menghibur ibu Brenda yang sedang sakit. Ia senang kalau kedatangannya bisa membantu.
                Tapi beberapa bulan kemudian ibu Brenda meninggal dunia. Sekarang di rumah besar itu Brenda tinggal bersama pelayan-pelayan setianya dan warisan dari keluarganya.
                Suatu hari Brenda menunjukkan hartanya yang paling berharga kepada Stuart. Sebuah lagu instrumental ciptaan kamga.

“Aku ingin mendengar lagu ini,” kata Brenda. Kebetulan Stuart bisa bermain biola. Ia coba memainkan lagu ini. Cukup susah, namun ia bisa melakukannya.
“Kau hebat” puji Brenda
“Menurutku itu tadi berantakan”
“Kau harus sering latihan! Suatu hari nanti mungkin aku ingin mendengarnya lagi”

                Dua bulan Stuart berlatih. Sekarang ia ingin menunjukkannya pada Brenda.
“Lagu ini benar-benar indah. Kau hebat sekali,” puji Brenda. “Kita jadikan ini harta kita!” serunya.
                 
               Mereka berlari menuju taman diujung tikungan rumah Brenda. Lalu mereka menggali tanah dibawah pohon beringin tua dan memasukkan sebuah kotak kecil berisi lagu itu. Di tempat itulah mereka sering bertemu.
                Tempat itu menjadi tempat rahasia mereka. Tempat itu sangat indah. Sayangnya beberapa puluh meter dari tempat itu ada semacam turunan yang curam, tetapi mereka tetap merasa aman karena di tepian turunan itu terdapat batu-batu besar yang akan menahan mereka sehingga mereka tidak akan jatuh. Dan setiap hari sepulang sekolah mereka pergi ke tempat itu. Stuart selalu membawa biolanya agar bisa selalu memainkan lagu harta karun mereka.
                Suatu hari ayah Stuart mengajak Stuart pergi ke sebuah pertunjukan musik. Mereka melewati rumah Brenda.
                   
“Apa kau mau mengajakknya?” tanya ayah Stuart.
Stuart tampak berpikir, lalu menggeleng. “Mungkin ia sedang tidur”
Ayahnya tersenyum, kemudian melajukan mobilnya.
                Di pertunjukan musik itu Stuart merasa senang. Banyak musik-musik indah yang ia dengar. Ia ingin memainkan musik seperti itu untuk Brenda.
                Sepulang dari pertunjukan musik itu Stuart tak sabar ingin menceritakan yang tadi ia lihat kepada Brenda. Saat itu sekitar pukul 2 siang. Ada banyak mobil yang diparkir di halaman rumah Brenda. Stuart menjadi penasaran. Mungkin itu saudara Brenda dari jauh. Tapi disitu terdapat beberapa mobil polisi. Stuart pikir mungkin ayah Brenda sudah ditemukan
                Sesampainya di rumah  ibunya langsung memeluk Stuart. Ia menangis. Stuart tak mengerti.
                “Ada apa bu? Apa yang terjadi?”
                “Nak, temanmu mendapat musibah”
                “Teman? Teman siapa? Musibah apa? Katakan ibu!”. Bicara Stuart mulai tak karuan.
Ibunya hanya menangis. Sepertinya ibunya tak kuasa mengatakannya. Tiba-tiba ayahnya masuk. Raut mukanya tegang.
                “Ada apa, yah?”
                “Stuart, temanmu, Brenda mengalami kecelakaan. Ayah dengar dari tetangga.”
                “Ayah pasti bohong. Brenda masih hidup. Tetangga kita pasti bohong.”
                “Nak, seharian ini kau tidak melihatnya. Dia tergelincir saat bermain di taman di ujung tikungan rumahnya. Kepalanya terbentur bebatuan. Tulang tengkoraknya retak.”
Stuart diam.
                “Kau bohong” teriak Stuart. Ia berlari keluar. Berlari menuju rumah Brenda. Seorang pelayan memeluknya. Ia menceritakan semuanya. Stuart menangis. Ia menyesal. Kemudian ia berlari ke taman itu. Tampak garis polisi dililitkan pada batang pohon beringin. Stuart mendekat. Rumputnya basah karena tadi pagi sedikit hujan.
                Stuart duduk di bawah pohon beringin itu. Kemudian ia mengambil sebatang kayu dan digunakannya untuk menggali. Diambilnya kotak kecil tempat harta itu disimpan. Dipeluknya kotak itu erat-erat. Kemudian ia menggali tanah lebih dalam. Ditaruhnya kotak itu dan dikubur  dalam-dalam.
                “Ini harta kita. Harta karun kita. Selamanya menjadi harta kita. Harta ini tanda bahwa kita pernah bersama disini,” kata Stuart pelan. Air matanya menetes.
                Stuart berjalan pelan. Setiap langkahnya terasa berat. Didepan rumahnya ayahnya menunggu. Stuart duduk disebelah ayahnya.
                “Sebaiknya lain kali kita ajak Brenda,” kata Stuart pelan. Kemudian ia masuk kedalam rumahnya.
Ayahnya tahu Stuart sangat terpukul. Jadi ia membiarkannya sendiri.
                Pukul 8 tepat Stuart masuk ke kamarnya. Ia mengambil biolanya. Ia mencoba memainkan lagu itu. Beberapa notnya masih dia ingat. Lalu ia merebahkan diri di tempat tidur. Ia terlalu lelah hari ini.
                “Tuhan, semoga hari ini hanya mimpi. Aku ingin saat aku bangun esok pagi semua ini tidak terjadi. Amin”. Stuart menangis. Ia menangis semalaman sampai-sampai ia tertidur.
***
                Stuart membuka matanya. Rasa pusing menyerangnya. Ia tak mampu bangkit. Ia hanya bisa melihat sekeliling dan ini bukan kamarnya. Ruangan ini baunya seperti rumah sakit. Stuart melihat ayahnya duduk di sudut ruangan. Ibu dan kakaknya tidur di kursi dekat tempat ayahnya duduk. Stuart bersuara. Ayahnya menoleh.
                “Stuart, kau bangun nak,” suara ayahnya memecah keheningan. Ibu dan kakaknya bangun.
                “Cepat panggil dokter!” perintah ayahnya. Kakak Stuart bergegas.
                “Ada apa ini? Kenapa aku terbaring disini?” tanya Stuart bingung.
                “Apa kau ingat sesuatu?” tanya ayahnya.
                ‘Kemarin aku tertidur dan saat aku bangun tiba-tiba aku disini. Apa yang . . . tunggu..” Stuart menghentikan kalimatnya. Ia teringat sesuatu.
                “Aku dejavu” katanya pelan.
                “Apa?” tanya ayahnya penasaran.
                “Apakah aku baru saja mengalami kecelakaan?” tanya Stuart. Ayahnya mengangguk. “Apa aku baru bangun dari koma selama 12 hari?”
                “Nak, kau koma selama 5 bulan. Ayah khawatir padamu”
                “5 bulan? Jadi itu cuma mimpi. Apa ada temanku yang meninggal?”
                “Kau bicara apa? Ayah tak mengerti,”.
                “Lupakan”. Stuart menarik napas panjang. Ia senang tak perlu melihat Brenda mati. Ia senang kejadian kemarin cuma mimpi .

                Esoknya Stuart sudah diijinkan pulang. Ayahnya menjemputnya. Dalam perjalanan pulang ia sedikit berbincang dengan ayahnya. Di depan ada mobil berjalan pelan. Ayah Stuart kaget dan langsung menginjak rem. Mobil putih di depan sedikit tergores. Kedua mobil berhenti lalu orang di depan melihat kondisi mobilnya yang tergores cukup dalam. Ayah Stuart keluar dan langsung meminta maaf. Stuart keluar dari mobil. Ia mendekat. Lalu seorang gadis keluar dari mobil putih itu. Seorang gadis cantik bermata hijau. Wajah yang tak asing bagi Stuart.
                “Hai, aku Brenda,”.

Senin, 10 Oktober 2011

Westlife - Have You Ever

Have you ever loved somebody so much
It makes you cry?
Have you ever needed something so bad
You can't sleep at night?
Have you ever tried to find the words
But they don't come out right?
Have you ever?


Have you ever?

Have you ever been in love
Been in love so bad
You'd do anything
To make them understand?

Have you ever had someone
Steal your heart away?
You'd give anything
To make them feel the same?

Have you ever searched for words
To get you in their heart
But you don't know what to say
And you don't know where to start?

Have you ever found the one
You've dreamed of all your life?
You'd do just about anything
To look into their eyes?

Have you finally found the one
You've given your heart to
Only to find that one
Won't give their heart to you?

Have you ever closed your eyes and
Dreamed that they were there
And all you can do is wait
For that day when they will care?


What do I gotta do to get you in my arms, baby?
What do I gotta say to get to your heart
To make you understand
How I need you next to me?
Gotta get you in my world
'Cause, baby, I can't sleep

Have you ever?

Sabtu, 24 September 2011

15 tahun

Aku 15 tahun. Masih ada waktu buat aku ngelewati masa muda.
Aku harus bisa milih, karna hidup itu pilihan.

Aku selalu berpikir "Bagaimana masa tuaku nanti?"
Mungkin nanti kalo umurku beranjak 22 tahun aku bakalan fokus sama pekerjaan. Kalo umurku 33 tahun, aku bakalan mikir tentang keluarga kecilku. Waktu umurku 45 tahun, yang ada dipikiranku pasti gimana cara menjaga agar keluarga kecilku tetap bartahan.

67 tahun setelah aku dilahirkan nanti, mungkin mataku sudah sedikit rabun, kakiku sudah tak kuat berlari, dan tulang punggungku sudah menbungkuk. Saat itu ingin sekali rasanya kembali ke masa-masa saat usiaku 15 tahun dulu. Berlari mengejar guru untuk mengumpulkan tugas, berdiri tegak saat upacara hari kemerdekaan, dan melirik kanan kiri saat ada ulangan. Tapi tak bisa. Aku tak semuda itu.
Dan saat usiaku sudah 99 tahun, yang bisa kulakukan hanyalah menunggu, menunggu, dan menunggu. Menunggu saat-saat Tuhan mengambil nyawaku.



15 there's still time for you
time to buy and time to lose your self
within a morning star
15 I'm all right with you
15, there never a wish better than this
when you only got 100 years to live


Ya, usia 15 tahunku tinggal beberapa bulan. Setelah itu aku akan beranjak dewasa. Dan akan sangat-sangat merindukan saat-saat ini. Aku hanya ingin 15 tahunku menjadi kenangan indah. Aku akan menjalani masa sekarang ini dengan baik. Aku tak akan membiarkan satu kelalaianpun merusak masa mudaku. 

Tuhan hanya memberikan seseorang kehidupan sekali saja. Apalagi kalau hidup itu cuma 100 tahun saja. Terlalu singkat. Aku berharap aku punya waktu lebih.

Selasa, 13 September 2011

Fisik


Tadi pagi tes fisik 2. Anak-anak satu kelas banyak yang datang terlambat ke lapangan. Mereka dihukum push up. Semakin lama terlambat semakin banyak kami harus melakukan push up. Aku sendiri tadi push up 35 kali. Walaupun aku bilang ‘pagi’ tapi rasanya matahari ada diatas kepala kami. Padahal masih jam delapan lewat.

Waktu pemanasan juga berat. Karena sudah lama tidak olahraga jadi otot kami kaku semua. Lari ditempat, lompat-lompat, huh,  kakiku matirasa. Apalagi kalau disuruh serong kanan. Push up lagi, push up lagi. Ini tangan seperti ditindih beban berat.

Ini nih, yang paling berat. Gerakannya sih tidak jauh berbeda dengan Fisik 1, tapi selalu sukses membuatku sesak nafas. Pertama lompat-lompat, lalu kemudian, jalan apa sih itu namanya ya? Pokoknya mah aneh gitu jalannya. Seperti orang lagi joget. Pinggulnya muter kanan muter kiri. Langkah ke depan langkah ke belakang.

Nafasku sudah mulai tidak beraturan.  Gerakan yang ini aku nggak suka banget. Lompat kiri lompat kanan. Jarak yang musti ditempuh juga rasanya ada beratus-ratus kilometer dari tempatku berpijak.
Tenggorokanku mulai kering. Aku harus membasahi tenggorokanku berkali-kali dengan air ludah. Sampai setelah gerakan selanjutnya, lompat mundur, lompat mundur. Dan, oke, aku mulai pusing. Sekali lagi, tenggorokanku seperti habis dikuras. Benar-benar kering. Aku haus berat.

Ada beberapa temanku yang minum sembunyi-sembunyi. Aku juga ingin, tapi aku tidak melakukannya. Harusnya aku bisa minta sedikit air milik temanku. Tapi terlambat. Gurunya sudah didekatku. Dengan segenap tenaga yang tersisa diujung tenggorokan aku melanjutkan gerakan. Saat sudah sampai di titik awal lagi, artinya pasti ada gerakan baru lagi. Aku benar-benar kehausan.

Aku seperti ingin muntah. Aku berpikir,  apa sebaiknya aku memuntahkannya lalu sebelum keluar dari rongga mulutku, akan kutelan lagi muntah itu? Itu menjijikan. Kalau aku tidak melakukannya aku pasti sudah kehilangan kesadaranku. Tapi aku tak mungkin melakukan hal menjijikan itu, aku juga tak ingin mati kehausan. Akhirnya sekuat kemampuanku kutahan rasa haus. Itu.

Saat kembali ke kelas, aku segera meminum air yang kubawa dari rumah. Satu botol penuh tanpa berhenti. Rasanya sampai sesak. Tapi aku merasa seperti dihidupkan kembali.
Aku sarankan saat kau tes  fisik nanti, bawalah air minum sebanyak mungkin.

Senin, 12 September 2011

Kerudung

Aku ingin memakai kerudung, tapi aku belum siap.

Kenapa aku belum siap? Memangnya apa yang sedang kupersiapkan?

Aku tidak tahu. Hanya saja aku merasa belum pantas. Aku belum bisa merubah sikap burukku.
Aku ingin sekali. Terlepas karena kerudung bisa mempercantik penampilan, tapi itu juga diwajibkan dalam islam, sebagai penutup aurat.

Memang benar cerita orang-orang, ‘engkau lebih cantik dengan jilbab’.

Ya, itu terbukti padaku. Mereka sendiri yang bilang padaku. Mereka bilang  “Kamu bagusan pake jilbab, kayak cewek”.

Apa itu pujian? Maksudku, Apa kau tidak sadar yang dikatakannya?

Biar kuperjelas.
Kenapa ia bilang ‘kayak cewek’. Kenapa tidak bilang kalau ‘kamu memang cewek cantik’ atau apalah yang bisa menyenangkanku. Tapi kuhargai pujiannya –meskipun pujian itu rasanya seperti jarum jahit yang baru dibakar menancap di paru-paruku- yang (kurasa) berasal dari hatinya yang paling dalam.

Dan kurasa aku harus bilang Terima kasih atas pujiannya

Minggu, 11 September 2011

Minggu Sore


Sore yang cukup baik, menurutku. Setidaknya aku tidak melihat ‘GARY mengunyah sofa lagi’.
Kau tahu maksudku? Akan kujelaskan.

Setiap hari aku harus menemani kakakku menonton Spongebob Squarepant memarahi siputnya dengan kalimat diatas. Aku bahkan bisa merapalkannya diluar kepalaku. Maksudku, siapa yang mau menonton Sponge bercelana kotak yang bahkan bokongnya sama sekali tidak seksi.
Apa kalimatku berlebihan? Tidak.

Well, sore ini aku membaca sebuah buku yang menurutku ‘awesome’. Buku serial Supernatural berjudul BONE KEY. Dengan sebungkus biskuit berlapis coklat dengan saus strawberry di dalamnya. Ingatkan aku untuk membaginya dengan ayahku setelah ia pulang. Ia sedang dalam perjalanan dari Malang menuju Surabaya –tanpa minum sama sekali- yang mungkin butuh waktu sekitar dua setengah jam -atau lebih- dan kurasa ia akan butuh kudapan lezat saat tiba disini.

Dan soreku semakin memburuk –padahal aku baru menikmatinya sekitar 23 menit- saat ibuku mulai menyuruhku melakukan sesuatu. Biasanya aku tak akan marah, tapi dengan novel Supernatural ditanganku, kurasa itu sangat menjengkelkan.  Dan saat ibuku mematahkan salah satu kaki kursi yang bunyinya seperti ada seseorang yang membuka paksa pagarmu, raut wajahku berubah seperti ada yang baru saja menabrak kucingku –aku suka penggambaran ‘ada yang baru saja menabrak kucingku’,  seperti ada bagian dari wajahku yang tidak pada tempatnya, dan aku berterima kasih pada Keith R. A. DeCandido atas kalimat-kalimat yang menurutku sangat lucu. Dan aku terus tertawa sepanjang aku membaca Supernatural yang sebenarnya cerita horror- tapi tak membuatku berhenti membaca.

Dan sampai akhirnya ayahku datang. Kupikir akan meyenangkan mengetahui orang yang kau sayangi pulang dengan selamat. Tapi ternyata minggu soreku jadi berantakan.
Niatku sebenarnya, malam ini aku ingin tidur lebih awal, tapi ayah selalu menyuruhku menyiapkan buku, yang sebenarnya sudah kusiapkan bahkan sebelum ia pulang Aku ingin membagi cerita soreku yang indah, tapi sejak tadi ayah menghalangi. So, cerita ini kupostingkan saat larut. Da ayahku sukses membuat Minggu soreku berantakan

Dan apa kau sadar, sejak tadi aku menggunakan kata penghubung ‘DAN’. Karena menurutku kata itu lucu

Sabtu, 10 September 2011

ANNA

Aku punya cerpen. Cerpen pertama di buku MIRACLE yang pertama. Dulu waktu masih kecil sering juga sih buat cerpen, tapi nggak jelas. Nggak ada klimaksnya. Sekarang udah bisa nampilin klimaks. Semoga banyak yang suka.
Selamat menikmati.



     Namanya Lucas, usianya sekita 13 tahun. Anna selalu memperhatikannya. Wajahnya manis, kulitnya putih, warna  rambutnya pirang, dan matanya biru seperti laut. Kalau menatapnya seakan kau sedang berenang didalamnya. Dia sungguh mempesona. Apalagi caranya memperlakukan anak perempuan. Sungguh manis. Anna bertemu dengannya disebuah pertunjukkan musik dua bulan lalu. Saat itu Lucas sedang bermain piano dengan Tn. Pennyllsky, teman baik ayahnya.
     Kau pasti tahu. Gadis-gadis berusia sepuluh tahun seperti Anna pasti mendambakan memiliki  seorang pangeran tampan seperti di cerita-cerita dongeng. Dan bagi Anna, Lucas adalah pangeran impiannya. Seorang pangeran yang tidak suka kekerasan, pangeran yang mempunyai kelembutan, pangeran yang memiliki lagu dalam jiwanya. Benar-benar pangeran impian bagi Anna.
     Suatu hari Anna menghadiri pertunjukkan musik itu lagi. Setelah acara selesai Anna memutuskan untuk menemui Lucas. Ia ingin lebih mengenal Lucas. Anna menyapa Lucas. Hanya senyuman yang ia dapat. Senyuman indah. Mereka berbincang-bincang. Sepertinya gadis kecil itu telah benar-benar mengenal Lucas. Sekolah mereka tidak berjauhan. Hanya berbeda beberapa blok saja.
     Tidak terasa sudah beberapa bulan berlalu. Mereka tetap seperti dulu. Seperti waktu kali pertama Anna mencoba mengenal Lucas. Tapi entah mengapa rasanya jarak mereka semakin jauh. Anna merasa ada yang Lucas sembunyikan darinya. Ia merasa cukup mengenal Lucas sebatas ini. Tak apalah, yang penting  ia bisa terus melihat senyum Lucas. Sampai suatu hari Anna benar-benar tak tahan melihat tingkah Lucas. Ia memang baik seperti biasa, tapi ada sesuatu yang ia tutupi. Anna memberanikan diri untuk bertanya.
     “Apa ada yang kau sembunyikan dariku? Katakanlah!”.
     Lucas terlihat panik. Ia lalu menarik diri dari hadapan Anna. Anna menyesal telah bertanya. Kalau saja ia tak bertanya pasti sekarang Lucas masih tersenyum disampingnya.
   
     Hari ini hari ulang tahun Anna. Ia genap berusia sebelas tahun. Lucas tahu hari ini Anna berulang tahun. Karena itu wajah Anna berseri-seri mencoba menerka kado apa yang akan Lucas berikan padanya.
Telepon rumahnya berdering. Anna segera mengangkatnya.
     “Halo”. Terdengar suara Lucas di seberang. Beberapa saat lamanya mereka berbincang. Sejurus kemudian Anna mengangguk dan langsung menutup teleponnya.
     Di kamarnya Anna bingung harus memakai pakaian seperti apa saat bertemu Lucas nanti. Semua koleksi pakaian terbaiknya ia coba, tapi tak satupun yang nyaman di kulitnya. Anna mengintip ke luar jendela. Diluar dingin. Ia memutuskan memakai sweater abu-abu kesukaannya. Tidak lupa sepasang sarung tangan dan sebuah penutup kepala yang hangat.
     Anna tiba di dermaga. Lucas menyuruhnya menunggu di dekat sebuah tiang lampu. Mata Anna mulai bekerja mencari-cari dimana Lucas berada. Matanya tertuju pada segerombolan orang di ujung dermaga. Disitu ia melihat Lucas. Anna melambai padanya. Lucas mendekat. Pakaiannya sangat rapi. Sungguh tak cocok dengan apa yang ia kenakan.
     Lucas memberikan sebuah buku pada Anna. Buku bergambar not-not balok pada sampulnya.
     “Ini kado dariku. Selamat Ulang Tahun.” Kata Lucas sambil tersenyum. “Anna… Aku harus pergi. Aku akan ke Los Angeles. Aku ingin menjadi pianis terkenal disana. Selamat tinggal!”. Lucas melangkah pegi.
     “Kapan kau akan kembali?” tanya Anna.
     Lucas menghentikan langkahnya. “Pada hari yang sama. Entahlah. Mungkin tahun depan. Atau beberapa tahun lagi. Atau mungkin tidak sama sekali.”
     Lama mereka diam. Sampai akhirnya seseorang melambai pada Lucas. “Aku harus pergi”.
     Anna mematung tak bargerak. Ia hanya memandang kearah Lucas yang semakin menjauh. Kini ia benar-benar jauh dari Lucas. Jauh sekali.
     Anna berjalan pulang kerumahnya dengan tatapan sayu. Langkahnya gontai. Anna merebahkan tubuhnya di ranjang. Matanya terpejam. Ia tak ingin menangis.
     Anna melangkah maju menuju cermin besar disamping jendela. “Kenapa?”. Anna mulai bicara. Ia bicara pada bayangannya dicermin seolah-olah itu Lucas. “Kenapa harus Los Angeles? Kenapa begitu jauh dari sini? Bukankah di Inggris kau juga bisa menjadi pianis terkenal.”. anna memandang marah pada bayangannya. Anna merasa hari ini adalah hari ulang tahun terburuk yang pernah ia rayakan. Kemudian tatapannya mulai melemah.
     “Pergilah! Kejar impianmu. Aku mendukungmu.”. lalu Anna tersenyum. Dalam hati Anna yakin Lucas pasti kembali. Pada hari yang sama. Tapi hari apa? Anna bingung. Apa hari Rabu juga seperti sekarang? Anna berpikir…..  Anna tahu. Lucas akan kembali pada hari yang sama. Hari ulang tahunnya.


     Tahun berikutnya Anna datang ke dermaga. Ia menunggu Lucas. Begitu pula tahun berikutnya dan tahun berikutnya lagi. Anna selalu merayakan ulang tahunnya di dermaga. Ia membawa kue untuk dibagi-bagikan pada anak-anak yang bermain didekat dermaga.
     Hari ini tepat empat tahun Lucas meninggalkannya. Hari ini hari terakhir Anna menunggu Lucas. Ia tak mungkin terus menunggu Lucas sementara usianya semakin bertambah.
     Dari kejauhan Anna melihat seseorang. Apakah dia Lucas? Anna tak mengenali wajahnya. Kalau itu benar Lucas, sekarang ia sudah jauh lebih dewasa dibanding saat mereka terakhir bertemu.
     Orang itu mendekat dan semakin mendekat. Sekarang orang itu berada tepat didepan Anna. Wajahnya manis, matanya biru. Sungguh tampan. Tapi sayangnya ia memakai kursi roda. Padahal kakinya masih utuh.
Pria itu memberikan beberapa tangkai bunga pada Anna. Ia tersenyum. Anna mengenali senyum itu.
     “Lucas?”.

     Anna dan Lucas duduk di pinggir dermaga. Matahari mulai memerah di ujung sana. Mungkin sebentar lagi akan terbanam.
     “Aku tahu kau pasti kembali. Bisa ceritakan alasannya!”
     “Karena tubuhku.”.
     Anna menatap heran. “Kau lumpuh?”
     “Tidak, belum. Hanya saja ada masalah dengan syaraf kakiku. Sudah dua bulan ini tidak bisa digerakkan. Tangan kiriku juga sering mati rasa.  Aku jadi tidak bisa bermain piano.”
     “Tapi kau kan masih bisa bermain dengan tanganmu yang lain”
     “Takkan maksimal. Los Angeles itu keras. Kau yang tak punya kualitas takkan bisa bertahan”
     “Sekeras itukah?”. Anna berdiri. “Tapi kau punya kualitas. Darahmu adalah musik. Nafasmu adalah nada. Dan di jiwamu terdapat lagu. Kau bisa jadi pianis terkenal disini. Bersamaku.”
     Rambutnya tertiup angin. Rona di pipinya semerah matahari di ujung lautan sana.
     “Hari mulai gelap. Ayo kita pulang!”. Anna membantu Lucas berdiri lalu mendudukkannya diatas kursi roda.

     Memang selepas Lucas pergi Anna belajar bermain piano. Dan sekarang dia bisa bermain piano dengan baik. Anna sering tampil di pertunjukan musik Tn. Penyllsky seperti Lucas dulu. Dan sekarang bermain piano menjadi salah satu tujuan dalam hidupnya.

     Ada suatu ketika Anna berada dalam satu pertunjukan  bersama Lucas. Bagi Anna, Lucas yanbg sekarang masih sama seperti Lucas yang dulu. Pianis terhebat yang pernah ia kenal. Sejak dulu Anna kagum pada Lucas. Entah kapan rasa kagum itu berubah jadi sayang.
     Selam enam bulan terakhir ini Lucas menjalani terapi agar ia bisa menggerakkan kaki dan tangannya lagi. Dan selama itu pula Anna selalu bersama Lucas. Anna senang bermain piano bersama Lucas. Anna senang berbagi kaki dan tangan saat bermain piano dengan Lucas. Sampai suatu hari Lucas harus menjalani operasi. Lucas bilang ada sesuatu dalam tubuhnya yang harus diambil. Ia tak bilang apa itu. Anna berdoa,  meminta agar Tuhan mau menyelamatkan kaki dan tangan Lucas. Karena itu sangat berarti bagi Lucas. Dan Lucas sangat berarti baginya.

     Sorenya Anna mendapat kabar bahwa operasi Lucas berhasil. Lucas telah mendapatkan kaki dan tangannya kembali. Anna tak sabar ingin melihat Lucas berdiri dengan dua kakinya, bermain piano dengan jari-jarinya sendiri. Tanpa sadar senyum terlukis di wajah Anna. Sebuah senyum bahagia yang hangat.
     Dua minggu kemudian Lucas membuat janji dengan Anna. Pukul empat sore Anna bersiap. Anna memakai terusan motif bunga-bunga selutut dan sepatu warna senada. Sungguh cantik. Ia bergegas menuju taman dekat dermaga. Dari jauh Anna melihat sesosok pria tampan berbaju rapi duduk di bangku panjang disamping kolam. Itu Lucas. Ia berada jauh diseberang jalan. Tapi Anna bisa melihat dengan jelas wajah Lucas.
     “Lucas”. Panggil Anna. Lucas menoleh. Kemudian tersenyum. Ia berdiri dan melambaikan tangan pada Anna.
     Anna takjub melihat Lucas berdiri dengan kakinya sendiri. Sekarang Lucas jauh lebih tinggi darinya ketimbang waktu Lucas memakai kursi roda. Anna senang, Lucas kini sembuh. Ia sehat. Anna berlari menuju tempat lucas. Ia terlampau senang sampai-sampai tak bisa mendengar suara teriakan Lucas. Ia hanya melihat bibir Lucas bergerak mencoba bicara padanya. Anna menoleh. Sebuah bis melaju cepat kearahnya dan…….
       

Senin, 22 Agustus 2011

foto-foto

hapeku di pegang-pegang. Abis itu di otak-atik. Abis itu liat foto-foto.
Abis itu....

temenku : ul, foto ul!
Aku : ayo ayo (hapenya dikasikan aku lg).
Temenku : ayo ayo. Fotoin!
Aku : ealah. Tiwas wes noto jilbab. Aku seng dikongkon moto

My Love Story

 
 
 
 
Aku dan Kamu
Jarak kita 8 tahun


 Kalau aku diberi satu permintaan oleh Tuhan
Aku ingin dilahirkan 8 tahun lebih cepat
Andai aku bisa





JUST MARRIED


KALAU USIAKU 8 TAHUN LEBIH TUA DARI SEKARANG PASTI YANG BERDIRI DISEBELAHMU ITU AKU
 




I'M HAPPY FOR YOU


CINTA SEJATI bukanlah saat kau bisa mendapatkan CINTAMU seutuhnya.
Tapi CINTA SEJATI itu adalah saat kau bahagia karena CINTAMU telah menemukan CINTANYA
Maka cintamu itulah CINTA SEJATI

Indah

Aku suka hujan
Hujan itu indah
Meski bagi sebagian orang
Hujan itu malapetaka

Aku suka bulan
Bulan itu indah
Meski orang bilang
Bulan itu gelap dan bergelombang

Aku suka dirimu
Kau indah
Meski ada yang bilang
Kau bukan manusia sempurna

Aku suka hidupku
Karena ada dirimu
Kau membuat hidupku indah

Friendship

What is Friendship?
 
 
 
 
 
Friendship are Spongebob and Patrick





Aku bukan orang ANEH

Aku ANEH ya?
Aku nggak ANEH kok
Aku cuma LAIN

Kenapa orang bilang aku ANEH?
Padahal aku cuma BERBEDA
Aku BERBEDA dengan mereka.
Apa itu salah?